SELAMAT DATANG DI JOGJACULTURAL, ANDATELAH MENEMUKAN TEMPAT YANG TEPAT UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI DINAMIKA BUDAYA YANG ADA DI JOGJA, KAMI HADIR UNTUK MENAMBAH KHASANAH INFORMASI BUDAYA DEMI KEMAJUAN BUDAYA DI JOGJAKARTA

4/18/13

PENGEMBANGAN BUDAYA LOKAL DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA MEREDAM KONFLIK SOSIAL


A. Pendahuluan
Pendahuluan

Era globalisasi dan moderenisasi yang diiringi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi secara tidak langsung telah melahirkan suatu budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya yang selama ini mewarnai berbagai sendi kehidupan masyarakat. Fenomena tersebut memang tidak bisa dielakkan dan harus disikapi dengan positif dan arif, karena pada dasarnya  memang diperlukan dan harus diakui sangat bermanfaat bagi kemajuan.  Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena disamping dampak positif, era keterbukaan dan kebebasan seperti sekarang ini apabila tidak diwaspadai akan menimbulkan dampak negative yang merusak budaya bangsa.
Suhu politik di Indonesia yang meningkat pasca reformasi hingga saat ini telah menyebabkan meningkatnya potensi konflik di masyarakat. Hal ini diperburuk oleh suasana menjelang Pemilu tahun 2009 mendatang, sehingga potensi munculnya konflik di masyarakat berbasis SARA dan golongan patut diwaspadai agar tidak benar-benar mencuat ke permukaan. Isu ini terus akan bergulir seiring dengan pesatnya pertumbuhan masyarakat yang berada di bawah tekanan dan tuntutan dalam menjalani kehidupan yang semakin tidak mudah. Kota Yogyakarta sebagai miniatur Indonesia dilihat dari keberagaman suku, agama, dan bahasa, menjadi salah satu kota yang potensial terhadap isu SARA. Hal ini menjadi wajar karena Yogyakarta terkenal dengan keberagamannya  sebagai konsekuensi dari Yogyakarta sebagai kota pelajar dan pariwisata.
Berbagai macam konflik di masyarakat yang sudah atau pun yang berpotensi untuk muncul biasanya berkaitan dengan masalah agama dan kepentingaan golongan. Beberapa contoh dapat dikemukakan sebagai contoh, antara lain masalah penyiaran agama, penggunaan simbol keagamaan, segi ekonomi, tempat ibadah, pendidikan, serta politik. Selain itu fanatisme agama yang tumbuh dari sikap memandang agama sendiri lebih baik, sikap kritis dan cara pandang yang berlebihan terhadap kelompok lain, baik secara positif atau negatif juga merupakan pemicu munculnya konflik. Dengan memahami sumber potensi konflik diharapkan dapat mengantisipasi dan menyelesaikan munculnya konflik sampai akar permasalahan dan dampaknya, sehingga konflik tersebut tidak berpotensi untuk kembali terangkat.
Akhir-akhir ini Kota Yogyakarta sering disebut dengan julukan city of tolerance. Bukan
hal yang terlalu penting untuk mengetahui asal muasal predikat tersebut. Secara nyata. Yogyakarta telah dikenal sebagai kota yang aman, damai, tentram dan seolah tanpa gejolak, meskipun orang dari seluruh nusantara bahkan mancanegara dengan berbagai karakter dan latar belakang hidup bersama di sini. Perbedaan warna kulit, suku, agama,dan bahasa tidak menimbulkan gejolak sosial yang berarti. Riak-riak kecil pun hanya sesekali muncul dan itupun dapat segera diatasi dalam tempo yang relatif singkat. Makatidak salah kalau kemudian kota ini menjadi tempat belajar dari banyak pihak untukmengkaji, mempelajari dan kemudian mencontoh model city of tolerance tersebut.
Masyarakat Kota Yogyakarta yang memiliki karakter sangat beragam dengan segala keunikannya tentu memerlukan model pengelolaan yang berbeda dalam menanganipotensi konflik yang ada. Dalam hal ini, budaya memegang peranan penting. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Yogyakarta Tahun 2005-2025, makna yang terkandung dalam visinya antara lain adalah bahwa kegiatan pariwisata di Kota Yogyakarta dikembangkan dengan dasar dan berpusat pada budayaJawa yang selaras dengan sejarah dan budaya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
kearifan lokal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Di kota ini, seni budaya yang berkembang di masyarakat memang bersumber dari kraton. Seni tari dan gamelan hanyalah sekedar contohnya. Meskipun demikian, masyarakat daerah lain yang tinggal di
Yogyakarta diberi kebebasan untuk mengembangkan kesenian dan kebudayaannya.Tidak sulit bagi kita untuk menonton seni budaya dari daerah lain dalam pentas yang diadakan di Yogyakarta. Hampir semua seni budaya dapat kita jumpai di sini, karena Yogyakarta memang dikenal sebagai miniaturnya Indonesia. Budaya dari luar daerah dapat hidup berdampingan dan berkembang di Yogyakarta. Inilah salah satu bentuk kearifan lokal yang dimiliki Yogyakarta. Dalam upaya mencapai visi pembangunan "Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas, Pariwisata Berbasis Budaya dan Pusat Pelayanan Jasa, yang BerwawasanLingkungan" telah dijabarkan sembilan misi, diantaranya adalah (a) mewujudkan  masyarakat Kota Yogyakarta yang bermoral, beretika, beradab dan berbudaya; serta (b) mewujudkan Kota Yogyakarta yang aman, tertib, bersatu dan damai. Dengan kedua misi tersebut diharapkan (a) masyarakat Kota Yogyakarta menjadi masyarakat yang religius disertai sikap toleransi antar umat beragama, (b) meminimalkan permasalahan sosial melalui pendekatan basis komunitas dan adil gender pada 5 (lima) kelompok masyarakat, yaitu perempuan, anak, lansia, penduduk miskin dan difabel, (c) diterapkannya nilai-nilai luhur yang berasal dari budaya dan agama dalam praktek kehidupan sehari-hari; (d) meningkatnya kesadaran, kedisiplinan dan peran serta masyarakat dalam menjaga danmenciptakan suasana Kota Yogyakarta yang aman, tertib, bersatu dan damai; (e) menurunnya intensitas dan frekuensi konflik sosial yang ditimbulkan karena isu SARAdan kesenjangan sosial ekonomi.


KekuatanGlobalisasi
Yogyakarta menyandang berbagai julukan/atribut yang mempengaruhi eksistensi Kebudayaan Yogyakarta Dunia terus mengalami revolusi 4 T (Technology, Telecomunication, Transportation, Tourist) yang memiliki globalizing force yang kuat sehingga batas antar daerah dan antar negara semakin kabur, dan akan tercipta sebuah global village. Kebudayaan  yang berkembang saat ini telah banyak meninggalkan rumus aslinya. Kebudayaan Jawa, misalnya, dikuatirkan tidak lagi bisa menjadi landasan utama dalam pandangan hidup setiap anggota masyarakat yang tinggal di DIY.
*       Kota Budaya
*        Kota Pariwisata
*        Kota Pendidikan (Kawah candradimuka)
Dapat dikatakan bahwa Yogya merupakan salah satu Taman Dunia. Oleh karenanya Yogyakarta selalu bersinggungan dengan wisatawan nusantara, wisatawan mancanegara, pelajar dan mahasiswa dari daerah lain dan juga dari negara lain dengan latarbelakang budaya masing-masing, yang sengaja atau tidak sengaja membawa atribut ke-global-an
Arus global dapat cepat menggerus nilai-nilai budaya lokal sebagai resiko posisi Yogya yang juga menjadi kawasan Taman Dunia seiring dengan rekayasa penyeragaman kebudayaan ke dalam ke-global-an. Ketidakberdayaan tradisi dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya tidak boleh dibiarkan begitu saja. Upaya-upaya pembakuan dan modernisasi yang mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus dilawan, karena itu berarti pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis Identitas lokal
Strategi Pembangunan Kebudayaan Di DIY
*       Kebudayaan sebagai Landasan Pembangunan
*       Sebagai komitmen masyarakat DIY dalam Pembangunan
*       Perlindungan terhadap potensi budaya
*       Pendanaan yang berkelanjutan
*       Restrukturasi kelembagaan yang terkait di bidang kebudayaan

Langkah Strategis Yang Dapat Ditempuh Dalam Mengembangkan Kebudayaan Di DIY
*       Memetakan (dokumentasi, dan merekam) semua asset kebudayaan
*       Melindungi aset budaya melalui peraturan perundangan
*       Mengidentifikasi hubungan kebudayaan antara DIY dengan daerah lain, bahkan dengan bangsa-bangsa lain
*       Melakukan upaya penanaman nilai-nilai budaya DIY
*       Melakukan upaya perlindungan (protection), pemeliharaan, dan pelestarian (conservation) terhadap kebudayaan DIY
*       Mengupayakan pengembangan (development) dan pengkayaan (enrichment) kebudayaan di DIY


B. Pengembangan Budaya Lokal  di DIY
    Ungkapan-ungkapan Nilai Budaya Lokal  Yang Akan Diaktualkan Sebagai Nation Problems Solving

*      Hamemayu Hayuning Bawono (menjadikan dunia menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Di dalamnya mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah SWT sehingga terwujud negeri yang panjang punjung, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharja.
*      Aja Dumeh
*      Jer Basuki Mawa Beya
*      Alon-alon waton kelakon (nilai kehati-hatian, bukan grusa-grusu)
*      Nrima ing pandum
*      Sawiji, greget, sengguh, ora mingkuh
*      Golong gilig
*      Suradira Jayaningrat lebur dening pangastuti
*      Dudu Sanak Dudu Kadang Yen Mati melu Kelangan

(Sumber : Makalah Penyajian Disbud DIY, 2010)