SELAMAT DATANG DI JOGJACULTURAL, ANDATELAH MENEMUKAN TEMPAT YANG TEPAT UNTUK MEMPEROLEH INFORMASI DINAMIKA BUDAYA YANG ADA DI JOGJA, KAMI HADIR UNTUK MENAMBAH KHASANAH INFORMASI BUDAYA DEMI KEMAJUAN BUDAYA DI JOGJAKARTA

4/18/13

PERAN GURU DAN ORANG TUA MURID DALAM PEMANFAATAN NILAI-NILAI KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

PERAN GURU DAN ORANG TUA MURID
DALAM PEMANFAATAN NILAI-NILAI KEPERCAYAAN
TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

A. Pendahuluan
Seiring dengan bergulirnya waktu, kebudayaan akan terus berubah mengikuti perkembangan sebagai akibat dari dalam maupun perubahan yang dipengaruhi dari luar. Perubahan tersebut dapat  melalui politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Pergeseran itu biarpun  lamban namun pasti dan tidak dapat dibendung lagi yang mempengaruhi  perilaku  hidup  atau  budi pekerti karena adanya perubahan yang signifikan  dalam pola dan tatanan  kehidupan masyarakat. Pengaruh positif akan membawa kehidupan yang lebih  maju serta  kualitas hidup yang lebih baik, tetapi  pengaruh negatif yang tidak sesuai dengan nilai budaya bangsa akan melunturkan jati diri dan melemahkan ketahanan budaya bangsa.
Era globalisasi dan modernisasi pada saat ini yang diiringi dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi  secara tidak langsung telah melahirkan suatu budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya  yang selama ini  mewarnai berbagai sendi kehidupan  masyarakat. Fenomena tersebut memang tidak bisa dielakkan  dan harus disikapi dengan arif dan positif. Namun demikian kita tidak boleh lengah dan terlena karena disamping memiliki dampak positif juga ada dampak negatifnya. Pengaruh globalisasi pada saat ini apabila tidak kita waspadai akan menimbulkan  dampak negatif yang  dapat merusak budaya bangsa
Di Yogyakarta misalnya, perubahan nilai budaya sangat terbuka, karena merupakan sebuah konsekuensi logis  adanya keberadaan pelajar dan mahasiswa dari berbagai etnis. Kondisi tersebut  tentu saja terjadi kontak budaya mengingat latar belakang pelajar dan mahasiswa berasal dari berbagai etnis yang berbeda. Keadaan tersebut  diperparah lagi  oleh adanya arus modernisasi dan globalisasi melalui media cetak maupun elektronika yang  dampaknya sangat memprihatinkan. Upaya pembentengan terhadap pengaruh budaya luar yang besar tersebut harus dilakukan terpadu, baik dari lingkungan keluarga ( orang tua ) , sekolah maupun masyarakat. Peran orang tua pada saat ini nampaknya perlu untuk mendapat perhatian bersama.
Fenomena yang berkembang  pada saat ini, orang tua yang seharusnya memiliki tempat yang strategis menangani pembinaan budi pekerti anak  sejak usia dini, pada kenyataannya sibuk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi  saja.  Bahkan ada sebagian masyarakat  untuk mengakses kebutuhan anak  telah diserahkan ke pembantu rumah tangganya. Mereka beranggapan bahwa anak telah di didik di sekolah sehingga dirasa sudah cukup.
Dalam menghadapi pergeseran nilai, Pemda Provinsi DIY menetapkan sebagai dasar pembangunan adalah Hamemayu Hayuning Bawana. Sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan  tata nilai kehidupan masyarakat yogyakarta berdasarkan nilai-nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Hakekat budaya  adalah cipta, rasa dan karsa yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya Ngayogyakarta Hadiningrat yang diyakini sebagai salah satu acuan dalam kehidupan bermasyarakat ( Buku Kerja Pemda Prov.DIY, 2008 : 32 )
+
B.     Nilai-Nilai Kepercayaan Kepada Tuhan YME  dan Budi Pekerti Luhur
Dalam masyarakat Jawa, ada  beberapa konsep kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang  sangat penting  dan mengandung nilai-nilai  penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai  yang menyangkut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dijadikan pedoman hidup masyarakat.
Nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut merupakan nilai-nilai yang menjadi pedoman hidup masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya ditanamkan  kepada anak-anak generasi penerus  sedini mungkin. Konsep yang sarat  dengan  nilai-nilai  tersebut yaitu :
   -  Gusti Kang Murbeng Dumadi
Masyarakat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan nama Gusti Kang Murbeng Dumadi  jauh sebelum agama masuk ke tanah Jawa . Konsep tersebut  merupakan “Tatanan Paugeraning Urip” atau Tatanan berdasarkan dengan Budi Perkerti Luhur. Keyakinan dalam masyarakat mengenai konsep Ketuhanan adalah berdasarkan sesuatu yang riil atau kasunyatan   yang kemudian di realisasikan dalam peri kehidupan sehari-hari.
Dengan menyadari hal tersebut manusia di harapkan :
1.Manungso urip ngunduh wohe pakertine dhewe dhewe” maksudnya manusia  akan  menerima  apa  yang dia tanam, bila baik yang di tanam, maka yang baiklah  yang akan dia terima.
2. “Manungso urip nggowo apese dhewe dhewe” maksudnya agar kita menghilangkan sifat iri, dengki, tamak, sombong sebab saat mati tak ada sifat duniawi tersebut  yang dibawa dan mengntungkan kita.
3. “Ati lan pikiran manungso ora bakal iso mangerteni kabeh rencananing Gusti Kang Murbeng Dumadi:  maksudnya manusia tak akan mengerti rahasia Tuhan, maka manusia hidup harus  sak madyo” dan tak perlu “nggege mongso”.
Maka dalam hal ini dianjurkan Manusia memohon dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan”Eling lan percoyo,sumarah lan sumeleh lan mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Sumarah : berserah, pasrah, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sumarah ,manusia di harapkan percaya dan yakin akan kasih sayang dan kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi.  Bahwa Dia-lah yang mengatur dan akan  memberikan kebaikan dalam kehidupan kita. Keyakinan bahwa apabila kita menghadapi gelombang kehidupan maka Tuhan  akan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita.
- Sumeleh : artinya patuh dan bersandar kepada Tuhan Yang Maha Esa . Manusia sebagai hamba hanyalah berusaha dan keberhasilannya tergantung kuasa Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan sumeleh ini manusia di harapkan tak mudah putus asa dan teguh dalam usahanya .
- Mituhu : artinya patuh taat dan disiplin. Patuh, taat dan disiplin pada aturan hidup atau  sering disebut  tatanan paugeraning urip. Adapun penjelasan ringkas tentang hal tersebut  meliputi :
  1. Eling Lan Bekti marang Gusti Kang Murbeng Dumadi : maksudnya manusia yang sadar akan dirinya akan selalu mengingat dan memuja Tuhan Yang Maha Esa, .dimana Tuhan telah memberikan kesempatan bagi manusia untuk hidup dan berkarya di alam yang indah ini.
2. “Percoyo lan Bekti Marang Utusane Gusti”: maksudnya Manusia sudah seharusnya menghormati dan mengikuti ajaran para utusan Tuhan  sesuai dengan ajarannya masing masing, dimana semua konsep para Utusan Allah tersebut adalah menganjurkan kebaikan.
3. “Setyo marang Khalifatullah utowo Penggede Negoro”: maksudnya sebagai manusia yang tinggal di suatu wilayah, maka adalah wajar dan wajib untuk menghormati dan mengikuti semua peraturan yang di keluarkan  pemimpinnya yang baik dan bijaksana.
4. “Bekti marang Bhumi Nusantoro” maksudnya sebagai manusia yang tinggal dan hidup di bumi nusantara ini wajib dan wajar untuk merawat dan memperlakukan bumi ini dengan baik, dimana bumi ini telah memberikan kemakmuran bagi penduduk yang mendiaminya.
5. “Bekti Marang Wong Tuwo” : maksudnya Manusia ini tidak dengan serta  merta ada di dunia ini, tetapi melalui perantara Ibu dan Bapaknya, maka hormatilah,  mulyakanlah orang tua yang telah merawat kita .
6. “Bekti Marang sedulur Tuwo” : Maksudnya adalah menghormati saudara yang lebih tua dan lebih mengerti dari pada kita, baik  dalam umur,  pengetahuan maupun kemampuannya.
7. “Tresno marang kabeh kawulo Mudo” : maksudnya menyayangi kawulo yang lebih muda, memberikan bimbingan dan menularkan pengalaman dan pengetahuan kepada yang muda, dengan harapan yang muda ini akan dapat menjadi generasi pengganti yang tangguh dan bertanggung jawab.
8. “Tresno marang sepepadaning manungso” : maksudnya semua manusia itu sama, hanya membedakan warna kulit dan budaya saja. Maka hormatilah sesama manusia dimana mereka memiliki harkat dan martabat yang sama dengan manusia lainya.
9. “Tresno marang sepepadaning Urip” : maksudnya semua yang diciptakan Tuhan adalah makhluk yang ada karena kehendak Tuhan yang Kuasa. Sementara makhluk memiliki fungsi masing masing, sehingga dengan menghormati semua ciptaan Allah maka kita telah menghargai dan menghormati kepada Penciptanya.
10. “Hormat marang kabeh agomo “ : maksudnya hormatilah semua agama atau aliran dan para penganutnya.
11. “Percoyo marang Hukum Alam” : maksudnya selain Tuhan menurunkan kehidupan, Tuhan  juga menurunkan hukum alam dan menjadi hukum sebab akibat,  maka siapa yang menanam maka dia yang  akan menuai.

Generasi muda kita diharapkan dapat  mengenal juga konsep yang mengandung nilai-nilai tuntunan  dan sikap terhadap aturan hidup, dengan kata  sesanti  atau petuah “Ojo Dumeh, Eling lan Waspada”. Adapun penjelasan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu :
1. “Ojo dumeh, Eling lan waspodo” adalah bekal manusia menghadapi ujian dan perjuangan hidup dan menjadi senjata ampuh untuk menjadi ksatria utama dalam menaklukkan dirinya sendiri dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu dumateng Gusti” serta untuk “ Hamemayu Hayuning Bawono”.
2. “Ojo dumeh, Eling lan Waspodo” adalah sebagai penyeimbang, sehingga pada kondisi maupun situasi apapun manusia akan selamat,  tidak mudah panik dalam setiap pemecahan masalah yang di hadapinya.
3. “Ojo dumeh, Eling lan Waspodo” sebagai sarana pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang sering manusia lakukan, karena telah menyadari dan memahami serta mentaati semua kaidah agama, budi pekerti, maupun aturan aturan manusia lainnya.
Ojo Dumeh yang maksudnya Jangan Mentang Mentang” adalah suatu peringatan agar manusia tidak larut dengan apa yang di miliki atau di jalaninya, sehingga cenderung menjalani keputusan hidup yang negatif. Siapa yang “mentang mentang” maka suatu saat akan terjadi hal yang tidak baik, sebagaimana dalam   peribahasa Jawa :
1. Sopo sing dumeh bakal keweleh
2. Sopo sing adigang bakal keplanggrang
3. Sopo sing adigung bakal kecemplung
4. Sopo sing adiguno bakal ciloko
5. Sopo sing becik bakal ketitik
6. Sopo sing salah bakal seleh
7. Sopo sing temen bakal Tinemu
Nilai-nilai  yang  berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan budi pekerti. Hal tersebut  pada akhirnya dapat menjadikan manusia yang berbudi  pekerti luhur.
Berbicara masalah budi pekerti  nampaknya  sudah tidak asing lagi kita dengar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budi pekerti diterjemahkan sebagai tingkah laku atau perangai, (Depdikbud 1995: 150).  Sementara itu di dalam bahasa aslinya, (Sansekerta) kata budi berasal dari kata akar budh, kata kerja yang berarti sadar, bangun, atau bangkit secara kejiwaan. Jadi, budi adalah penyadar, pembangun, atau pembangkit atau budi adalah ide-ide. Selanjutnya, pekerti berarti bekerja, berlaku, atau bertindak secara keragaan. Dengan demikian, pekerti adalah tindakan-tindakan. Meskipun budi dan pekerti itu dapat dibedakan, namun keduanya tidak dapat dipisahkan. Ada pepatah yang mengatakan  bahwa wajah kita gambaran hati kita, begitulah apabila diungkapkan. Di dalam budaya Jawa dinyatakan Lair iku utusaning batin. Rohani dan jasmani saling berpadu dan menjadi satu kesatuan. Raga kita ini adalah jasmani yang dirohanikan atau rohani yang menjasmani (Drijarkara, 1989).
Sifat-sifat yang cenderung mengarah pada budi pekerti luhur, yaitu: bekerja keras, berani memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, tenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemaaf, pemurah, pengabdi, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah tamah, kasih sayang, percaya diri, rela berkorban, rendah hari, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet (Edi Sedyawati, 1997)

C. Peran Strategis Guru dan Orang Tua Murid  Dalam Pemanfaatan Nilai-Nilai Kepercayaan   Terhadap Tuhan Y.M.E  Menjadikan  Generasi Yang Berbudi Pekerti Luhur.
      C.1. Peran Guru
            Sekolah merupakan tempat yang turut menentukan dalam upaya pemanfaatan nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian suasana kondusif di sekolah berpengaruh sekali dalam proses sosialisasi nilai-nilai tersebut. Guru dalam hal ini merupakan tokoh yang mempunyai peran  yang cukup penting. Pemahaman nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dimiliki oleh guru sangat mewarnai dalam upaya pemanfaatan nilai-nilai tersebut.
Apabila kita melihat kenyataan  tantangan kehidupan global pada saat ini , peran dan tanggung jawab guru semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di jagat raya ini. Dengan demikian apabila guru  tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran informasi yang demikian cepat maka akan  tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Kalau hal ini terjadi, ia akan kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Guru harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Untuk mengkondisikan lingkungan yang demikian, tentunya bukan pekerjaan yang mudah. Koordinasi semua pihak yang ada di sekolah mutlak harus dilakukan. Selain itu  harus dilakukan pula  kesepakatan-kesepakatan antar warga sekolah supaya tidak terjadi kesalahpahaman. 
Dengan pola pendidikan yang demikian, dapat diharapkan anak-anak kita lima belas tahun ke depan akan memiliki perilaku-perilaku keteladanan sebagaimana yang kita harapkan. Ada kecenderungan meskipun  anak berperilaku baik di sekolah atau di rumah, belum tentu  pergaulan di luar sekolah dan di luar rumah bersikap sama.        Hal itu dapat kita maklumi jika kondisi rumah dan sekolah masih seperti yang sekarang kita alami dan kita lihat. Pada saat ini belum tentu semua guru di sekolah memberikan keteladanan. Contoh kecil dapat penulis tunjukkan, seorang guru selalu melarang murid-muridnya merokok apalagi di lingkungan sekolah disertai sanksi yang sangat berat. Di sisi lain masih banyak guru yang mengajar sambil merokok atau merokok di lingkungan sekolah yang  dapat dengan jelas dilihat siswa. Apakah yang demikian sudah dapat dikatakan telah menerapkan keteladanan.
 Keteladanan merupakan penanaman nilai yang kadang tidak terasa, tetapi berdampak positif. Pnerapan nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukan guru lebih mengarah kepada sikap keteladanan. Keteladanan dan sikap tindak tanduk guru sangat mendapatkan sorotan dari anak didiknya.  Apabila orang yang menjadi teladan itu memang betul-betul melakukan segalanya karena memang itu biasa dilakukannya maka akan tertanam begitu mendalam pada orang yang meneladaninya. Keteladan yang penulis maksud adalah keteladaan dari guru atau orang-orang dewasa yang ada di lingkungan sekolah terhadap siswa. Guru yang selalu memberikan contoh perilaku dan tutur kata yang baik, secara langsung telah memberi contoh kepada siswanya. Apabila di antara siswanya ada yang melakukan perilaku salah atau bertutur kata yang jorok (tidak benar), guru tersebut dapat dengan leluasa menegur dan mangarahkannya. Dengan guru yang seperti itu, siswa cenderung tulus menerima teguran dan dengan kesadaran mau merubah perilaku atau tutur katanya.
 Untuk memberikan keteladanan kepada siswa, seharusnya guru-guru di sekolah selalu membiasakan berbicara dengan sopan dan menggunakan unggah-ungguh dalam berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Dengan cara seperti itu, keteladanan telah diterapkan sehingga secara otomatis apa yang didengar atau dilihat siswa apabila ditirunya akan berdampak positif. Sebaliknya, meskipun hanya satu kata tidak baik terucap oleh guru dan terdengar oleh siswa, siswa tersebut dapat menafsirkan kata itu baik karena gurunya saja mengucapkannya.  Selain  keteladanan, perlu adanya pembiasaan. Perilaku dan tutur kata yang baik harus selalu dibiasakan untuk dilakukan siswa. Artinya, setiap ada siswa yang memunculkan perilaku atau tutur kata yang tidak baik, keliru, atau kurang sesuai sebaiknya langsung ditegur dan ditunjukkan perbaikannya.
  Lingkungan sekolah akan sangat mendukung dalam pendidikan budi pekerti apabila telah dikondisikan secara baik. Setiap warga sekolah selalu dikondisikan untuk berperilaku dan bertutur kata yang baik. Dengan demikian, di dalam lingkungan sekolah tidak akan pernah muncul perilaku maupun tutur kata yang tidak diharapkan. Dengan demikian, lingkungan tetap menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya perilaku-perilaku anak yang menyimpang dari kesusilaan. Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan yang mendidik anak-anak seusia merupakan lembaga yang paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur. Hal ini penting dilakukan mengingat besarnya pengaruh lingkungan terhadap pola perilaku anak pada saat ini dapat dikatakan sudah sulit dikendalikan.

C.2. Peran Orang Tua Murid
Kita mengenal tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan keluarga, llngkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Semua lingkungan pendidikan ini telah menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Pendidikan dalam lingkungan keluarga  sangat penting karena merupakan pendidikan awal yang diterima anak setelah lahir di tengah keluarga.
Sudardjo Adiwikarta menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam keluarga telah dipelajari pengetahuan dasar, keterampilan, aspek-aspek kerohanian serta kepribadian dasar yang dapat dikembangkan lebih jauh dalam lingkungan sekolah dan lingkungan kerja dan dalam lingkungan hidup lain di masyarakat. Dalam keluargalah anak-anak mulai berkenalan dengan orang lain dan benda-benda  serta mulai mempelajari cara-cara dan aturan berbuat dan berperilaku sesuai dengan norma sosial yang dianut masyarakat sekitarnya. Juga diawali disini belajar berbahasa yang meliputi berbagai seginya seperti pengenalan kata, penyusunan kalimat, sopan santun berbahasa, yang kesemuanya merupakan segi kehidupan paling penting dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi dalam berbagai segi kehidupan tidak ketinggalan juga  dipelajari dalam keluarga. Tentu hasilnya akan sangat tergantung kepada berbagai karakteristik keluarga tempat anak itu diasuh dan dibesarkan.
 Nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa  pada akhirnya diarahkan untuk membentuk anak yang berbudi pekerti luhur. Penanaman dan pemanfaatan nilai-nilai tersebut  harus  dimulai sejak anak usia dini. Keluarga mempunyai peranan yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kepercayaan tersebut. Dengan demikian sejak kecil seharusnya anak sudah dibiasakan dengan perilaku-perilaku yang mencerminkan budi pekerti luhur di dalam keluarga.  Setiap tindakan dan perkataan anak seharusnya selalu dalam monitor orang tuanya sampai orang tua betul-betul mantap bahwa anaknya sudah sulit untuk terpengaruh dari hal-hal negatif.
      Meskipun orang tua telah berusaha memanfaatkan dan menanamkan   nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Y.M.E  dalam membimbing anak-anaknya   di dalam lingkungan keluarga  dengan  membiasakan  berbudi pekerti luhur, belum tentu anak dapat melewati lingkungan pergaulan tanpa pengaruh negatif. Lingkungan pergaulan punya pengaruh yang sangat kuat bagi anak-anak. Sehingga, anak yang mendapat pendidikan budi pekerti dengan baik sekali pun dapat dengan saja terbawa ke dalam perilaku yang negatif.
Sementara itu peran orang tua murid pada dasarnya tidak berbeda dengan  peran yang dimainkan orang tua murid pada waktu berada di rumah atau keluarga.  Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dengan peran pendidikan dalam keluarga murid. Pendidikan dalam keluarga telah diberikan bermacam-macam kemampuan dan telah terjadi transformasi nilai-nilai yang beraneka ragam. Seluruh nilai-nilai tersebut ditransformasikan ke dalam diri anak oleh orang tua. Dengan demikian dalam pendidikan  keluarga memang telah memberikan berbagai macam  jenis pendidikan  yang sangat diperlukan dalam persiapannya memasuki dunia yang lebih luas. Pemanfaatan nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa  kepada anak  dalam lingkungan keluarga sangatlah penting dan perlu mendapatkan perhatian.  Berkenaan dengan hal tersebut  dengan adanya pemanfaatan nilai-nilai tersebut, diharapkan dapat melahirkan  generasi penerus  yang berbudi pekerti luhur yang bermanfaat  bagi keluarga, masyarakat dan Negara.
           
Yogyakarta, 15 Maret 2008


 Drs. Bugiswanto

           DAFTAR PUSTAKA

Drijarkara. 1989. Filsafat Manusia. Yogyakarta: Kanisius
Depdikbud. 1995. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pemda Provinsi DIY, 2008, Buku Kerja Pemda Provinsi DIY, Yogyakarta
Sedyawati, Edi. 1997. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur. Jakarta: Balai Pustaka.
Tedjopremono, 1980, Studi Kepustakaan tentang Himpunan Pitutur Luhur, Jakarta : Depdikbud



 ( Sumber : Bahan Makalah Disbud DIY : Makalah disampaikan dalam rangka
 Seminar Kegiatan Pengenalan Ajaran  Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
pada tanggal  18 Maret 2008, di  Wisma Kagama, Yogyakarta
Tahun 2008 )