PERAN GURU DAN ORANG TUA MURID
DALAM PEMANFAATAN NILAI-NILAI KEPERCAYAAN
TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA
A. Pendahuluan
Seiring dengan
bergulirnya waktu, kebudayaan akan terus berubah mengikuti perkembangan sebagai
akibat dari dalam maupun perubahan yang dipengaruhi dari luar. Perubahan
tersebut dapat melalui politik, ekonomi,
maupun sosial budaya. Pergeseran itu biarpun
lamban namun pasti dan tidak dapat dibendung lagi yang mempengaruhi perilaku
hidup atau budi pekerti karena adanya perubahan yang signifikan dalam pola dan tatanan kehidupan masyarakat. Pengaruh positif akan
membawa kehidupan yang lebih maju
serta kualitas hidup yang lebih baik,
tetapi pengaruh negatif yang tidak
sesuai dengan nilai budaya bangsa akan melunturkan jati diri dan melemahkan
ketahanan budaya bangsa.
Era globalisasi dan
modernisasi pada saat ini yang diiringi dengan pesatnya perkembangan teknologi
informasi secara tidak langsung telah
melahirkan suatu budaya baru dan mempengaruhi tatanan budaya yang selama ini mewarnai berbagai sendi kehidupan masyarakat. Fenomena tersebut memang tidak
bisa dielakkan dan harus disikapi dengan
arif dan positif. Namun demikian kita tidak boleh lengah dan terlena karena
disamping memiliki dampak positif juga ada dampak negatifnya. Pengaruh
globalisasi pada saat ini apabila tidak kita waspadai akan menimbulkan dampak negatif yang dapat merusak budaya bangsa
Di Yogyakarta
misalnya, perubahan nilai budaya sangat terbuka, karena merupakan sebuah
konsekuensi logis adanya keberadaan pelajar
dan mahasiswa dari berbagai etnis. Kondisi tersebut tentu saja terjadi kontak budaya mengingat
latar belakang pelajar dan mahasiswa berasal dari berbagai etnis yang berbeda. Keadaan
tersebut diperparah lagi oleh adanya arus modernisasi dan globalisasi
melalui media cetak maupun elektronika yang
dampaknya sangat memprihatinkan. Upaya pembentengan terhadap pengaruh
budaya luar yang besar tersebut harus dilakukan terpadu, baik dari lingkungan
keluarga ( orang tua ) , sekolah maupun masyarakat. Peran orang tua pada saat ini nampaknya perlu untuk mendapat perhatian
bersama.
Fenomena yang berkembang pada saat
ini, orang tua yang seharusnya memiliki tempat yang strategis menangani pembinaan
budi pekerti anak sejak usia dini, pada
kenyataannya sibuk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi saja. Bahkan
ada sebagian masyarakat untuk mengakses
kebutuhan anak telah diserahkan ke
pembantu rumah tangganya. Mereka beranggapan bahwa anak telah di didik di
sekolah sehingga dirasa sudah cukup.
Dalam menghadapi pergeseran nilai, Pemda Provinsi DIY menetapkan sebagai
dasar pembangunan adalah Hamemayu
Hayuning Bawana. Sebagai cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat yogyakarta
berdasarkan nilai-nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Hakekat budaya adalah cipta, rasa dan karsa yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan
indah. Demikian pula budaya Ngayogyakarta
Hadiningrat yang diyakini sebagai salah satu acuan dalam kehidupan
bermasyarakat ( Buku Kerja Pemda Prov.DIY, 2008 : 32 )
+
B. Nilai-Nilai Kepercayaan Kepada Tuhan YME dan Budi Pekerti Luhur
Dalam
masyarakat Jawa, ada beberapa konsep
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
sangat penting dan mengandung
nilai-nilai penting dalam kehidupan.
Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai
yang menyangkut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat
dijadikan pedoman hidup masyarakat.
Nilai-nilai
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa tersebut merupakan nilai-nilai yang
menjadi pedoman hidup masyarakat. Dengan demikian sudah seharusnya
ditanamkan kepada anak-anak generasi
penerus sedini mungkin. Konsep yang
sarat dengan nilai-nilai
tersebut yaitu :
- Gusti Kang Murbeng Dumadi
Masyarakat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan nama Gusti Kang Murbeng Dumadi jauh sebelum agama masuk ke tanah Jawa . Konsep tersebut merupakan “Tatanan Paugeraning Urip” atau Tatanan berdasarkan dengan Budi Perkerti Luhur. Keyakinan dalam masyarakat mengenai konsep Ketuhanan adalah berdasarkan sesuatu yang riil atau kasunyatan yang kemudian di realisasikan dalam peri kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Jawa sudah mengenal suatu kekuatan yang maha dengan nama Gusti Kang Murbeng Dumadi jauh sebelum agama masuk ke tanah Jawa . Konsep tersebut merupakan “Tatanan Paugeraning Urip” atau Tatanan berdasarkan dengan Budi Perkerti Luhur. Keyakinan dalam masyarakat mengenai konsep Ketuhanan adalah berdasarkan sesuatu yang riil atau kasunyatan yang kemudian di realisasikan dalam peri kehidupan sehari-hari.
Dengan menyadari hal
tersebut manusia di harapkan :
1. “Manungso urip ngunduh wohe
pakertine dhewe dhewe” maksudnya manusia akan
menerima apa yang dia tanam, bila baik yang di tanam, maka
yang baiklah yang akan dia terima.
2. “Manungso urip nggowo apese dhewe
dhewe” maksudnya agar kita menghilangkan sifat iri, dengki, tamak,
sombong sebab saat mati tak ada sifat duniawi tersebut yang dibawa dan mengntungkan kita.
3. “Ati lan pikiran manungso ora bakal iso
mangerteni kabeh rencananing Gusti Kang Murbeng Dumadi: maksudnya manusia tak akan mengerti rahasia
Tuhan, maka manusia hidup harus “sak
madyo” dan tak perlu “nggege
mongso”.
Maka dalam hal ini dianjurkan
Manusia memohon dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan”Eling
lan percoyo,sumarah lan sumeleh lan mituhu” kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Sumarah : berserah, pasrah, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan
sumarah ,manusia di harapkan percaya dan yakin akan kasih sayang dan kekuasaan Gusti Kang Murbeng Dumadi. Bahwa
Dia-lah yang mengatur dan akan memberikan
kebaikan dalam kehidupan kita. Keyakinan bahwa apabila kita menghadapi gelombang
kehidupan maka Tuhan akan memberikan
jalan keluar yang terbaik bagi kita.
- Sumeleh : artinya patuh dan bersandar kepada Tuhan Yang Maha Esa .
Manusia sebagai hamba hanyalah berusaha dan keberhasilannya tergantung kuasa
Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan sumeleh ini manusia di harapkan tak mudah
putus asa dan teguh dalam usahanya .
- Mituhu : artinya patuh
taat dan disiplin. Patuh, taat dan disiplin pada aturan hidup atau sering disebut tatanan paugeraning
urip. Adapun penjelasan ringkas tentang hal tersebut meliputi :
1. Eling Lan Bekti marang Gusti Kang Murbeng Dumadi : maksudnya
manusia yang sadar akan dirinya akan selalu mengingat dan memuja Tuhan Yang
Maha Esa, .dimana Tuhan telah memberikan kesempatan bagi manusia untuk hidup
dan berkarya di alam yang indah ini.
2. “Percoyo lan Bekti Marang
Utusane Gusti”: maksudnya Manusia
sudah seharusnya menghormati dan mengikuti ajaran para utusan Tuhan sesuai dengan ajarannya masing masing, dimana
semua konsep para Utusan Allah tersebut adalah menganjurkan kebaikan.
3. “Setyo marang Khalifatullah
utowo Penggede Negoro”:
maksudnya sebagai manusia yang tinggal di suatu wilayah, maka adalah wajar dan
wajib untuk menghormati dan mengikuti semua peraturan yang di keluarkan pemimpinnya yang baik dan bijaksana.
4. “Bekti marang Bhumi Nusantoro” maksudnya sebagai manusia yang tinggal dan hidup di bumi
nusantara ini wajib dan wajar untuk merawat dan memperlakukan bumi ini dengan
baik, dimana bumi ini telah memberikan kemakmuran bagi penduduk yang
mendiaminya.
5. “Bekti Marang Wong Tuwo” : maksudnya Manusia ini tidak dengan serta merta ada di dunia ini, tetapi melalui
perantara Ibu dan Bapaknya, maka hormatilah,
mulyakanlah orang tua yang telah merawat kita .
6. “Bekti Marang sedulur
Tuwo” : Maksudnya adalah
menghormati saudara yang lebih tua dan lebih mengerti dari pada kita, baik dalam umur,
pengetahuan maupun kemampuannya.
7. “Tresno marang kabeh
kawulo Mudo” : maksudnya
menyayangi kawulo yang lebih muda, memberikan bimbingan dan menularkan
pengalaman dan pengetahuan kepada yang muda, dengan harapan yang muda ini akan
dapat menjadi generasi pengganti yang tangguh dan bertanggung jawab.
8. “Tresno marang
sepepadaning manungso” :
maksudnya semua manusia itu sama, hanya membedakan warna kulit dan budaya saja.
Maka hormatilah sesama manusia dimana mereka memiliki harkat dan martabat yang
sama dengan manusia lainya.
9. “Tresno marang
sepepadaning Urip” :
maksudnya semua yang diciptakan Tuhan adalah makhluk yang ada karena kehendak Tuhan
yang Kuasa. Sementara makhluk memiliki fungsi masing masing, sehingga dengan
menghormati semua ciptaan Allah maka kita telah menghargai dan menghormati
kepada Penciptanya.
10. “Hormat marang kabeh agomo “ : maksudnya hormatilah semua agama atau aliran dan para
penganutnya.
11. “Percoyo marang Hukum
Alam” : maksudnya selain Tuhan
menurunkan kehidupan, Tuhan juga
menurunkan hukum alam dan menjadi hukum sebab akibat, maka siapa yang menanam maka dia yang akan menuai.
Generasi muda kita diharapkan
dapat mengenal juga konsep yang
mengandung nilai-nilai tuntunan dan
sikap terhadap aturan hidup, dengan kata sesanti
atau petuah “Ojo Dumeh, Eling lan Waspada”.
Adapun penjelasan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yaitu :
1. “Ojo dumeh, Eling lan
waspodo” adalah bekal manusia menghadapi ujian dan perjuangan hidup dan
menjadi senjata ampuh untuk menjadi ksatria utama dalam menaklukkan dirinya sendiri
dan mewujudkan “Roso setyo lan mituhu
dumateng Gusti” serta untuk “ Hamemayu
Hayuning Bawono”.
2. “Ojo dumeh, Eling lan
Waspodo” adalah sebagai penyeimbang, sehingga pada kondisi maupun situasi
apapun manusia akan selamat, tidak mudah
panik dalam setiap pemecahan masalah yang di hadapinya.
3. “Ojo dumeh, Eling lan
Waspodo” sebagai sarana pencegahan terhadap kecerobohan dan kelalaian yang
sering manusia lakukan, karena telah menyadari dan memahami serta mentaati
semua kaidah agama, budi pekerti, maupun aturan aturan manusia lainnya.
Ojo Dumeh yang maksudnya “Jangan Mentang Mentang” adalah suatu peringatan agar manusia tidak larut dengan apa yang di miliki atau di jalaninya, sehingga cenderung menjalani keputusan hidup yang negatif. Siapa yang “mentang mentang” maka suatu saat akan terjadi hal yang tidak baik, sebagaimana dalam peribahasa Jawa :
Ojo Dumeh yang maksudnya “Jangan Mentang Mentang” adalah suatu peringatan agar manusia tidak larut dengan apa yang di miliki atau di jalaninya, sehingga cenderung menjalani keputusan hidup yang negatif. Siapa yang “mentang mentang” maka suatu saat akan terjadi hal yang tidak baik, sebagaimana dalam peribahasa Jawa :
1. Sopo sing dumeh bakal keweleh
2. Sopo sing adigang bakal keplanggrang
3. Sopo sing adigung bakal kecemplung
4. Sopo sing adiguno bakal ciloko
5. Sopo sing becik bakal ketitik
6. Sopo sing salah bakal seleh
7. Sopo sing temen bakal Tinemu
2. Sopo sing adigang bakal keplanggrang
3. Sopo sing adigung bakal kecemplung
4. Sopo sing adiguno bakal ciloko
5. Sopo sing becik bakal ketitik
6. Sopo sing salah bakal seleh
7. Sopo sing temen bakal Tinemu
Nilai-nilai yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat sangat erat kaitannya dengan budi pekerti. Hal tersebut pada akhirnya dapat menjadikan manusia yang
berbudi pekerti luhur.
Berbicara masalah budi pekerti
nampaknya sudah tidak asing lagi
kita dengar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ,
budi pekerti diterjemahkan sebagai tingkah laku atau perangai, (Depdikbud 1995:
150). Sementara itu di dalam bahasa
aslinya, (Sansekerta) kata budi berasal dari kata akar budh, kata kerja yang berarti sadar,
bangun, atau bangkit secara kejiwaan. Jadi, budi adalah penyadar, pembangun,
atau pembangkit atau budi adalah ide-ide. Selanjutnya, pekerti berarti bekerja, berlaku, atau bertindak secara keragaan.
Dengan demikian, pekerti adalah
tindakan-tindakan. Meskipun budi dan pekerti itu dapat dibedakan, namun
keduanya tidak dapat dipisahkan. Ada
pepatah yang mengatakan bahwa wajah kita
gambaran hati kita, begitulah apabila diungkapkan. Di dalam budaya Jawa
dinyatakan Lair iku utusaning batin. Rohani dan jasmani saling berpadu dan menjadi satu
kesatuan. Raga kita ini adalah jasmani yang dirohanikan atau rohani yang
menjasmani (Drijarkara, 1989).
Sifat-sifat yang
cenderung mengarah pada budi pekerti luhur, yaitu: bekerja keras, berani
memikul resiko, berdisiplin, beriman, berhati lembut, berinisiatif, berpikir
matang, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersikap konstruktif,
bersyukur, bertanggung jawab, tenggang rasa, bijaksana, cerdik, cermat,
dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati,
lugas, mandiri, mawas diri, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai
waktu, pemaaf, pemurah, pengabdi, pengendalian diri, produktif, rajin, ramah
tamah, kasih sayang, percaya diri, rela berkorban, rendah hari, sabar, setia,
adil, hormat, tertib, sopan santun, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun,
tepat janji, terbuka, dan ulet (Edi Sedyawati, 1997)
C. Peran Strategis
Guru dan Orang Tua Murid Dalam
Pemanfaatan Nilai-Nilai Kepercayaan Terhadap
Tuhan Y.M.E Menjadikan Generasi Yang Berbudi Pekerti Luhur.
C.1. Peran Guru
Sekolah merupakan tempat yang turut
menentukan dalam upaya pemanfaatan nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan demikian suasana kondusif di sekolah berpengaruh sekali dalam
proses sosialisasi nilai-nilai tersebut. Guru dalam hal ini merupakan tokoh
yang mempunyai peran yang cukup penting.
Pemahaman nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dimiliki oleh
guru sangat mewarnai dalam upaya pemanfaatan nilai-nilai tersebut.
Apabila kita melihat kenyataan tantangan kehidupan global pada saat ini ,
peran dan tanggung jawab guru semakin kompleks, sehingga menuntut guru untuk
senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan
profesionalnya. Guru harus harus lebih dinamis dan kreatif dalam mengembangkan
proses pembelajaran peserta didik. Guru di masa mendatang tidak lagi menjadi
satu-satunya orang yang paling well informed terhadap berbagai informasi
dan pengetahuan yang sedang tumbuh, berkembang, berinteraksi dengan manusia di
jagat raya ini. Dengan demikian apabila guru tidak memahami mekanisme dan pola penyebaran
informasi yang demikian cepat maka akan tidak
dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Kalau hal ini terjadi, ia akan
kehilangan kepercayaan baik dari peserta didik, orang tua maupun masyarakat. Guru
harus melakukan pembaruan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya. Untuk
mengkondisikan lingkungan yang demikian, tentunya bukan pekerjaan yang mudah.
Koordinasi semua pihak yang ada di sekolah mutlak harus dilakukan. Selain itu harus dilakukan pula kesepakatan-kesepakatan antar warga sekolah supaya
tidak terjadi kesalahpahaman.
Dengan pola pendidikan yang demikian, dapat diharapkan
anak-anak kita lima
belas tahun ke depan akan memiliki perilaku-perilaku keteladanan sebagaimana
yang kita harapkan. Ada
kecenderungan meskipun anak berperilaku
baik di sekolah atau di rumah, belum tentu pergaulan di luar sekolah dan di luar rumah
bersikap sama. Hal itu dapat
kita maklumi jika kondisi rumah dan sekolah masih seperti yang sekarang kita
alami dan kita lihat. Pada saat ini belum tentu semua guru di sekolah
memberikan keteladanan. Contoh kecil dapat penulis tunjukkan, seorang guru
selalu melarang murid-muridnya merokok apalagi di lingkungan sekolah disertai
sanksi yang sangat berat. Di sisi lain masih banyak guru yang mengajar sambil
merokok atau merokok di lingkungan sekolah yang
dapat dengan jelas dilihat siswa. Apakah yang demikian sudah dapat
dikatakan telah menerapkan keteladanan.
Keteladanan
merupakan penanaman nilai yang kadang tidak terasa, tetapi berdampak positif. Pnerapan
nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dilakukan guru lebih
mengarah kepada sikap keteladanan. Keteladanan dan sikap tindak tanduk guru
sangat mendapatkan sorotan dari anak didiknya. Apabila orang yang menjadi teladan itu memang
betul-betul melakukan segalanya karena memang itu biasa dilakukannya maka akan
tertanam begitu mendalam pada orang yang meneladaninya. Keteladan yang
penulis maksud adalah keteladaan dari guru atau orang-orang dewasa yang ada di
lingkungan sekolah terhadap siswa. Guru yang selalu memberikan contoh perilaku
dan tutur kata yang baik, secara langsung telah memberi contoh kepada siswanya.
Apabila di antara siswanya ada yang melakukan perilaku salah atau bertutur kata
yang jorok (tidak benar), guru
tersebut dapat dengan leluasa menegur dan mangarahkannya. Dengan guru yang
seperti itu, siswa cenderung tulus menerima teguran dan dengan kesadaran mau
merubah perilaku atau tutur katanya.
Untuk
memberikan keteladanan kepada siswa, seharusnya guru-guru di sekolah selalu
membiasakan berbicara dengan sopan dan menggunakan unggah-ungguh dalam
berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Dengan cara seperti itu, keteladanan telah
diterapkan sehingga secara otomatis apa yang didengar atau dilihat siswa
apabila ditirunya akan berdampak positif. Sebaliknya, meskipun hanya satu
kata tidak baik terucap oleh guru dan terdengar oleh siswa, siswa tersebut
dapat menafsirkan kata itu baik karena gurunya saja mengucapkannya.
Selain keteladanan, perlu adanya
pembiasaan. Perilaku dan tutur kata yang baik harus selalu dibiasakan untuk
dilakukan siswa. Artinya, setiap ada siswa yang memunculkan perilaku atau tutur
kata yang tidak baik, keliru, atau kurang sesuai sebaiknya langsung ditegur dan
ditunjukkan perbaikannya.
Lingkungan sekolah akan sangat mendukung
dalam pendidikan budi pekerti apabila telah dikondisikan secara baik. Setiap
warga sekolah selalu dikondisikan untuk berperilaku dan bertutur kata yang
baik. Dengan demikian, di dalam lingkungan sekolah tidak akan pernah muncul
perilaku maupun tutur kata yang tidak diharapkan. Dengan demikian,
lingkungan tetap menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya
perilaku-perilaku anak yang menyimpang dari kesusilaan. Sekolah sebagai
penyelenggara pendidikan yang mendidik anak-anak seusia merupakan lembaga yang
paling efektif untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti luhur. Hal ini penting
dilakukan mengingat besarnya pengaruh lingkungan terhadap pola perilaku anak
pada saat ini dapat dikatakan sudah sulit dikendalikan.
C.2. Peran Orang Tua Murid
Kita mengenal tiga lingkungan pendidikan yaitu lingkungan
keluarga, llngkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Semua lingkungan
pendidikan ini telah menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan aspek
kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Pendidikan dalam lingkungan
keluarga sangat penting karena merupakan
pendidikan awal yang diterima anak setelah lahir di tengah keluarga.
Sudardjo Adiwikarta menjelaskan lebih lanjut bahwa di dalam
keluarga telah dipelajari pengetahuan dasar, keterampilan, aspek-aspek kerohanian
serta kepribadian dasar yang dapat dikembangkan lebih jauh dalam lingkungan
sekolah dan lingkungan kerja dan dalam lingkungan hidup lain di masyarakat.
Dalam keluargalah anak-anak mulai berkenalan dengan orang lain dan
benda-benda serta mulai mempelajari
cara-cara dan aturan berbuat dan berperilaku sesuai dengan norma sosial yang
dianut masyarakat sekitarnya. Juga diawali disini belajar berbahasa yang
meliputi berbagai seginya seperti pengenalan kata, penyusunan kalimat, sopan
santun berbahasa, yang kesemuanya merupakan segi kehidupan paling penting dalam
kehidupan masyarakat. Sosialisasi dalam berbagai segi kehidupan tidak
ketinggalan juga dipelajari dalam
keluarga. Tentu hasilnya akan sangat tergantung kepada berbagai karakteristik
keluarga tempat anak itu diasuh dan dibesarkan.
Nilai-nilai kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa pada akhirnya diarahkan untuk
membentuk anak yang berbudi pekerti luhur. Penanaman dan pemanfaatan nilai-nilai
tersebut harus dimulai sejak anak usia dini. Keluarga mempunyai
peranan yang sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kepercayaan tersebut.
Dengan demikian sejak kecil seharusnya anak sudah dibiasakan dengan
perilaku-perilaku yang mencerminkan budi pekerti luhur di dalam keluarga. Setiap tindakan dan perkataan anak seharusnya
selalu dalam monitor orang tuanya sampai orang tua betul-betul mantap bahwa
anaknya sudah sulit untuk terpengaruh dari hal-hal negatif.
Meskipun orang tua telah berusaha
memanfaatkan dan menanamkan nilai-nilai
kepercayaan kepada Tuhan Y.M.E dalam
membimbing anak-anaknya di dalam lingkungan
keluarga dengan membiasakan berbudi pekerti luhur, belum tentu anak dapat
melewati lingkungan pergaulan tanpa pengaruh negatif. Lingkungan pergaulan
punya pengaruh yang sangat kuat bagi anak-anak. Sehingga, anak yang mendapat
pendidikan budi pekerti dengan baik sekali pun dapat dengan saja terbawa ke
dalam perilaku yang negatif.
Sementara itu peran orang tua murid pada dasarnya tidak
berbeda dengan peran yang dimainkan
orang tua murid pada waktu berada di rumah atau keluarga. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dengan
peran pendidikan dalam keluarga murid. Pendidikan dalam keluarga telah diberikan
bermacam-macam kemampuan dan telah terjadi transformasi nilai-nilai yang
beraneka ragam. Seluruh nilai-nilai tersebut ditransformasikan ke dalam diri
anak oleh orang tua. Dengan demikian dalam pendidikan keluarga memang telah memberikan berbagai
macam jenis pendidikan yang sangat diperlukan dalam persiapannya
memasuki dunia yang lebih luas. Pemanfaatan nilai-nilai kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa kepada anak dalam lingkungan keluarga sangatlah penting
dan perlu mendapatkan perhatian.
Berkenaan dengan hal tersebut dengan
adanya pemanfaatan nilai-nilai tersebut, diharapkan dapat melahirkan generasi penerus yang berbudi pekerti luhur yang
bermanfaat bagi keluarga, masyarakat dan
Negara.
Drs. Bugiswanto
DAFTAR PUSTAKA
Drijarkara.
1989. Filsafat Manusia. Yogyakarta : Kanisius
Depdikbud.
1995. Kamus Besar bahasa Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka.
Pemda Provinsi DIY, 2008, Buku Kerja Pemda Provinsi DIY, Yogyakarta
Sedyawati, Edi. 1997. Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur. Jakarta : Balai Pustaka.
Tedjopremono, 1980, Studi Kepustakaan tentang Himpunan Pitutur
Luhur, Jakarta
: Depdikbud
Seminar Kegiatan Pengenalan Ajaran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
pada tanggal 18 Maret 2008, di Wisma Kagama, Yogyakarta
Tahun 2008 )